Senin, 04 Februari 2013

Antara Mengenal dan Mengenangmu, betapa sulitnya membedakan itu

"Kamu sedih?"

Aku tahu kau akan berkata tidak. Meski selintas aku melihat, ada sesuatu yang membasahi pipimu

"Mau aku bawakan segelas air?"

"Mau aku ceritakan sesuatu yang lucu?"

"Mau donat?"

"Mau aku pijat?"

Kau masih berkata tidak. Sampai akhirnya kau berkata iya, ketika aku bertanya apakah kau mau aku diam. Dan setelah itu aku hanya duduk sambil diam, seraya terus memperhatikan tingkahmu yang semakin sulit dimengerti.

"Apa kau menyesal?" Kataku setelah hampir satu jam.

"Tadi kau bilang ingin diam, bukan?"

"Tapi aku tidak terus-terusan diam kalau kau begini terus-terusan."

"Kau membosankan."

"Aku?"

"Ya."

"Kau bilang aku membosankan?"

"Ini sangat lucu. Bahkan kau tidak pernah memberiku tip, dulu."

 "Kau menyedihkan."

"Aku tidak pernah menipu orang."

Orang-orang yang lewat mulai memandangi, aku mencoba tidak peduli. Tapi kau peduli. Itu membuatmu pergi bersama marahmu yang tak kau jelaskan.

Aku terlanjur merasa sakit hati kau tinggal begitu saja tanpa pengertian. Ingin rasanya aku ledakkan kota ini sehingga kau hancur bersama orang-orang yang menertawakanku. Namun tidak kulakukan. Aku hanya bisa bersedih, seraya menahan wajah agar tidak basah.


"Kamu sedih?"

Aku tahu aku akan berkata tidak. Meski selintas ia melihat, ada sesuatu yang membasahi pipiku

"Mau aku bawakan segelas air?"

"Mau aku ceritakan sesuatu yang lucu?"

"Mau donat?"

"Mau aku Pijat?"

Aku menoleh kepadanya. Ia wanita yang memiliki senyum lucu. Kau pun mengenalnya. Sejak saat itu aku mulai mengenalnya baik-baik. Ia secantik ibumu, tapi sebaik ibuku. Aku dan ia mulai sering bertukar janji, mulai saling peduli. Sampai ketika kau datang kembali, aku tidak tahu bagaimana caranya untuk tidak peduli lagi.