Rabu, 22 Desember 2010

Catatan seorang anak yang kurang ajar

Jangankan berkorban, berani mati pun rela kau lakukan .
Balas budi tak pernah kau harapkan, hanya memberi tanpa meminta kembalian .

Setiap malam doamu mengalir diatara pipi-pipi tuamu. Mengharapkan perlindungan, pengampunan, kasih sayang, dan segala hal-hal yang terbaik untukku dan anak-anakmu.
Padahal ketika itu aku sudah lelap tertidur, atau bahkan masih sibuk dengan dunia yang entah apakah ada harapan untuk kuberikan.

Kau bahkan hanya tertidur tak lebih dari empat jam sehari semalam.

Pagi hari ketika entah aku berada di mimpi mana, setelah puas bersujud merayakan syukurmu, kau siapkan segala sesuatu untukku.
Airku. Nafasku. Sandangku. Rodaku. Bahkan kau siapkan diriku.

Kau selalu saja marah jika aku tidak segera berterimakasih kepada-Nya di sela pagi-pagi yag teramat malas merajalela.
Saat itu kau tak ubahnya seorang penguasa digdaya yang siap saja memporak-porandakan siapa saja yang tak patuh, tak setia.

Namun hanya saat itu.

Setelah itu, sifat ibumu kembali membelai halus di setiap nadiku. Di sepanjang hariku.

"Tidurlah! Akan kubangunkan kau seperlumu." Setulus ucapmu.

Tak hiraukan hanya kau seorang diri yang menghadapi pekerjaan berat seorang nahkoda rumah tangga yang siap melabuhkan kapal keluarga ini menerjang setiap keganasan arus kehidupan. Tujuanmu bahagia senua awak kapal ini dan selamat sampai tujuan mereka. Itu saja.

Hari-hari berat. Pekerjaan berat. Dengan nafas berat, tubuh berat, namun hati teramat lapang. Ikhlas bukan buatan.

"Bangunlah! Semua telah tersedia untukmu. Kau segera berangkat?" Sangat lembut apa yang telah keluar dari kedua bibir sucimu.

Namun aku merasa terlambat. Aku malah menyalahkan.

Dalam terburu-buru aku hampir selalu melupakan hidangan indahmu yang selalu kau siapkan untukku. Selalu. Padahal kau pun selalu tahu, hidangan itu selalu dan selalu kutinggal tanpa tersentuh.

Mungkin ketika itu kau berusaha memaklumiku.

Kau pun kembali berusaha untuk meghidangkan yang lain untuk menyambut kepulanganku. Namun yang kau dapat hanya kekecewaan. Aku pulang selalu bersama perut kenyang. Sulit untuk memaksakan merasakan masakan yang kau siapkan. Dan kau pun memang tidak pernah memaksakan.

Aku selalu berharap kau mau memaafkan aku!

Maafkanlah anakmu yang selalu membuatmu menunggu. Bahkan menunggu apa yang seharusnya tak perlu kau tunggu. Bahkan menunggu apa yang sebenarnya memang tak mau kau tunggu. Tapi kau tetap menunggu.

Maafkanlah aku yang selalu membuatmu malu. Malu kepada setiap prestasi anak tetangga yang selalu menjadi buah bibir disela percakapan pagi teman-temanmu pada penjual sayuran itu.

Maafkanlah setiap kebohonganku yang selalu kuucapkan hanya demi memberikan kebahagian semu kepadamu.

Maafkanlah kebodohanku yang sering kali tega memperkosa kewarasanmu.

Maafkanlah aku ......

Maafkanlah atas sepimu yang hanya bisa kuberikan. Atas waktu yang selalu terbuang bukan kepadamu.

Maafkan atas doaku untukmu yang sangat sulit untuk dikabulkan.

Maafkan atas inginmu yang sukar untuk aku perhatikan .

Maafkan atas maaf yang hanya bisa kuucapkan.



Di satu hari yang spesial hanya untukmu :

Siti Rahmani bin H. Yakub Hasbie.

Mungkin dulu ia adalah orang yang paling sukacita di dunia karena berhasil memilikimu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar