Rabu, 06 April 2011

Secangkir kopi sekedar pelarian, sesaat saja.

Pada sore hari yang tak biasa.

Tidak ada siapa-siapa. Tidak ada apa-apa. Hanya hati yang terasa kosong, perasaan yang mengharu biru entah sebab apa. Keindahan terasa aneh dan sayu. Rasa kesedihan seolah menusuk tanpa kejelasan sebab. Begini salah, begitu pun juga. Mengerjakan ini bosan, melakukan itu tidak menyenangkan. Seakan kepala hendak meledak, pusingnya semakin tambah, berlipat menjadi sekian berpangkat sekian keliling. Meski sudah berulang kali dibawa berkeliling.

Jika biasa, sore menjelang senja selalu menyenangkan. Akan saya temukan pada anak-anak kecil yang berkeringat karena tertawa ketika bermain. Semilir angin yang membelai lembut helai rambut perawan malas yang sedang dicarikan kutunya. Para ayah telah pulang dari kantornya, mereka disambut hangat senyuman khas istri mereka sekaligus teh manis buatannya. Selain itu ada juga percakapan jenaka para bujangan kampung yang asyik membicarakan kejagoan burung peliharaan mereka. Dan banyak lagi. Semua itu selalu menjadi alasan saya untuk bersyukur atas diciptakannya satuan waktu seperti ini.

Namun kali ini tidak. Sedari tadi yang saya rasa hanya sepi disekeliling, tanpa tawa, tanpa itu semua. Hanya ada secangkir kopi yang menjadi teman. Dan waktu yang beranjak, semakin kencang.


*Warung kopi. Sore hari. Bulan ini.
17:46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar